Berubah untuk Berbuah

Perubahan adalah suatu keharusan. Siapa yang tidak berubah, ia akan mati. Itulah kredo yang kita yakini selama ini. Teori evolusi Darwin membuktikan, makhluk hidup yang tidak dapat mengikuti perubahan alam akan punah. Seleksi alam itu berlaku pada hampir setiap bidang kehidupan. Apa pun, siapa pun yang tidak melakukan perubahan, mengikuti perkembangan zaman akan terlindas.

Di dunia bisnis, perusahaan yang masih menggunakan metode dan paradigma lama, tidak akan berkembang. Di dunia kerja tidak hanya dibutuhkan right person in the right place tetapi sudah best person in the right place. Jadi, pekerja yang ogah memperbaharui diri, kariernya akan “jalan di tempat”. Atau bisa-bisa terkena pensiun dini. Di keluarga, orangtua yang tidak mau mengubah cara pandangnya dalam mendidik dan memahami anak-anak zaman sekarang akan semakin jauh ”jaraknya” dengan mereka. Dan, gereja yang enggan memperbaharui diri mengikuti pergolakan jemaatnya akan ditinggalkan.

Intinya, selama masih hidup kita memang harus terus berubah. Sayangnya, tidak mudah untuk berubah. Ada saja alasannya untuk tidak mau berubah. Banyak kambing hitam untuk melegitimasi alasan enggan berubah. Usialah. Kesehatanlah. Kemiskinanlah. Kecerdasanlah. Pendidikanlah. Wataklah. Modallah. Dsb. Padahal, sejatinya setiap orang pu-nya benih keunggulan untuk bisa melakukan perubahan. Di dalam diri setiap orang ada gen atau molekul pembawa sifat yang memungkinkan orang untuk berubah dan menjadi penggerak perubahan. Change DNA atau DNA Perubahan, begitulah teori yang digulirkan oleh pakar manajeman Rhenald Kasali dalam bukunya Re-Code Your Change DNA.

UNSUR-UNSUR OCEAN

Mengutip pendapat Costa & McCrae, Rhenald menyebut setidaknya ada lima unsur unggulan pembentuk DNA Per-ubahan itu. Dalam bahasa Inggris, kelima unsur itu diberi akronim OCEAN,

Openness to Experience (Keterbukaan pikiran),
Conscientiousness (Keterbukaan hati dan telinga),
Extroversion (Keterbukaan terhadap orang lain),
Agreeableness (Keterbukaan terhadap kesepakatan) dan
Neuroticism (Keter-bukaan terhadap tekanan).

Kelima unsur itu ada di dalam diri setiap orang. Hanya saja, kadarnya bisa bervariasi. Ada yang tinggi, sedang, rendah, dan bahkan, rendah sekali. Tokoh pembuat sejarah yang juga pemimpin perubahan seperti Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Abraham Lincoln, Mother Teresa semuanya punya karakter dan kepribadian itu. Terbukti, di tengah situasi sulit mereka dapat menjadi lentera yang memberi cahaya dalam kegelapan. Kabar baiknya, karena unsur itu bukan biological melainkan behavioral maka ia bisa dibentuk, ditumbuhkan atau dibiarkan layu dan terkubur. Tidaklah cukup hanya sekadar punya DNA itu. Kita perlu terus mengasahnya, menghadapi berbagai cobaan, terbuka terhadap pengalaman, tekanan dan terus membangun diri.

KETERBUKAAN PIKIRAN (OPENNESS TO EXPERIENCE)

Keterbukaan pikiran, tulis Rhenald, adalah modal awal bagi pembaharuan. Tuhan telah mengaruniakan otak pada manusia yang harus difungsikan sebagaimana mestinya. Orang bijak bilang, otak kita bekerja seperti parasut. Ia baru berfungsi kalau terbuka. Artinya, kita mesti bereksplorasi, membuka pikiran kita terhadap semua pengalaman baru. Keterbukaan terhadap apa yang sehari-hari kita lihat, alami dan pelajari adalah modal awal yang penting bagi sebuah proses perubahan. Kita harus punya kelenturan terhadap informasi baru. Jangan menganggap apa yang selama ini kita ketahui sebagai suatu kebenaran yang mutlak.

Marthin Luther King, punya kekuatan di unsur ini yang membuat ia menjadi penggerak perubahan, menghapuskan diskriminasi rasial di Amerika Serikat. Ia terbuka matanya, sejak masih kanak-kanak temannya yang berkulit putih dilarang bermain dengannya. Ketika remaja, saat di bis kota ia diminta memberikan kursi pada penumpang berkulit putih. Ketika orang kulit hitam lain merasa bahwa menjadi budak adalah takdir yang tidak bisa dilawan, King justru melihat belief itu tidak dapat diteruskan lagi.

Unsur keterbukaan terhadap pengalaman, dalam pandangan Adi Soenarno, direktur SmartStrom Consulting, lazim terjadi di kalangan kristiani. Pengalaman masa lalu yang buruk menjadi pelajaran penting bagi orang untuk bertobat. “Pengalaman itu diceritakan secara terbuka dan bisa memberi berkat buat orang lain. Ada terang Kristus yang bercahaya melalui orang tersebut,” jelas Adi pada Robby Repi.

KETERBUKAAN HATI DAN TELINGA (CONSCIENTIOUSNESS)

Orang yang menghargai pentingnya perubahan adalah orang yang mem-buka hati dan telinga mereka. Ia tidak hanya mendengar tetapi mendengar dengan cerdik, kemudian menjalankannya dengan penuh disiplin dan dapat diandalkan. Orang-orang dengan kesadaran/keterbukaan hati yang tinggi cenderung termotivasi tinggi, tidak perlu didorong-dorong, sangat menghargai waktu dan bekerja dengan target. Seorang change maker mampu menciptakan perubahan karena mereka disiplin, cara kerjanya sistematis, mampu berpikir logis sehingga dapat diandalkan. DNA unsur ini menentukan kemampuan Anda mengendalikan diri dan disiplin dalam mencapai tujuan Anda.

Bunda Teresa juga kuat di unsur ini. Orang sakit kusta yang tergeletak di pinggir jalan adalah pemandangan biasa di Calcutta. Para dermawan yang mampu menolong, paling banter hanya melempar koin padanya. Namun, dengan penuh cinta kasih peraih Nobel Perdamaian tahun 1979 itu merawat mereka. Biarawati itu punya motivasi tinggi untuk melakukan perubahan. Maka mereka yang menjadi beban dan disingkirkan masyarakat karena miskin, buta, kusta, lepra mendapatkan cinta kasihnya.

KETERBUKAAN TERHADAP ORANG LAIN (EXTROVERSION)

Perubahan membutuhkan orang yang extrovert, terbuka terhadap orang lain. Perubahan —dalam organisasi/perubahan— dapat menciptakan suasana saling tidak percaya, orang menjadi gampang marah dan melakukan tekanan. Hanya orang ekstrovert dengan hati tulus yang mampu menghadapi semua itu dalam suasana yang lebih relaks. Orang yang dengan unsur extrovertness tinggi cenderung senang berkawan, bekerja dalam kelompok, lugas, berenergi, bergairah, percaya diri, penuh keberanian, percaya orang lain.

Dengan pimpinan Tuhan, unsur ini dapat berkembang dengan lebih optimal. “Berani jujur. Dalam bisnis antara keterbukaan dengan berbohong, batasannya tipis. Namun orang yang lahir baru bisa melakukan bisnisnya dengan baik. Tanpa bohong, apalagi harus menggadaikan Tuhan,” papar Adi. Ia lalu mencontohkan. Seorang pengembang yang daerahnya rawan banjir harus berani berterus pada calon customer. “Perumahan itu memang dekat sungai dan bisa saja banjir tetapi pihak pengembang telah membuat tanggul yang tinggi sepanjang bantaran sungai sehingga tidak akan terjadi banjir di perumahan,” terang Adi yang lembaganya banyak melakukan in-house training bagi banyak perusahaan itu.

KETERBUKAAN TERHADAP KESEPAKATAN (AGREEABLENESS)

Seorang change maker adalah orang yang cinta damai. Sebisa mungkin, ia menghindari konfrontasi tetapi bila diperlukan, mereka punya keberanian untuk menghadapinya. Kesepakatan adalah unsur terpenting dalam setiap proses perubahan. Perubahan sering kali menimbulkan pertentangan. Antara yang ingin mempertahankan status quo dan mereka yang ingin berubah. DNA unsur ini yang tinggi memberikan mereka keberanian untuk menghadapi segala konfrontasi dengan kepala dingin dan memperoleh kesepakatan. Prinsipnya, berani karena benar dan takut karena salah. Bersedia bekerja sama jika diperlukan sekaligus berani menghadapi konfrontasi jika dibutuhkan. Orang dengan unsur ini yang tinggi cenderung memercayai, sederhana, ingin melimpahkan wewenang, kooperatif, altruistik, bersahabat, mengorbankan pribadi sendiri.Dalam kekristenan kita mengenal sosok Daniel. “Daniel berketetapan untuk tidak makan makanan raja (Dan 1:8). Ada komitmen, ikrar yang sungguh-sungguh untuk berubah. Dari sana akan muncul banyak berkat. Jika ada orang mulai berketetapan untuk melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh maka sesungguhnya berkat Tuhan tersedia bagi dia,’” papar Adi Soenarno.

KETERBUKAAN TERHADAP TEKANAN (NEUROTICISM)

Perubahan akan menimbulkan ketegangan. Karena itu, dibutuhkan orang yang punya keteguhan hati untuk menghadapi tekanan. Tekanan dapat menimbulkan gangguan keseimbangan emosi. Emosi yang labil dapat mengacaukan proses pengambilan keputusan, kejernihan berpikir dan hubungan Anda dengan orang lain.

Karena itu, kita harus tahan dan terbuka terhadap tekanan sehingga mampu mengendalikan diri, tidak emosional, tidak mudah cemas, resisten terhadap godaan. Sebaliknya, orang yang kadar DNA unsur ini rendah hanya akan bertarung melawan diri sendiri saat mengalami tekanan. Dan, orang yang sibuk melawan diri sendiri tidak akan menyelesaikan perubahan. Supaya tahan dan terbuka terhadap tekanan, tutur Pdt. Pengky Andu, kita harus punya kekuatan mental dan pikiran. “Ketika dalam kondisi under pressure kita tidak bisa menyalahkan kekuatan di luar kita. Seperti yang Rhenald bilang, kita harus selalu bersyukur atas apa yang kita punyai,” terang pendeta GBI REM itu pada Robby Repi.

LANGKAH-LANGKAH RE-CODE

Berkembangnya unsur OCEAN banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Rhenald mengibaratkan manusia sebagai batu cadas. Untuk itu manusia perlu berinteraksi dengan manusia lain. Dari interaksi tersebut, kita bisa menghancurkan belenggu-belenggu yang ada di dalam diri kita. Karena seperti kata Paulus, Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik (1 Kor. 15:33) maka kita pun harus pandai-pandai memilih lingkungan pergaulan yang bisa mengasah DNA Perubahan itu.

Jika memang unsur OCEAN bisa kita kembangkan, lalu bagaimana langkah-langkah untuk menata ulang alias Recode DNA Perubahan itu? “DNA itu adanya di pikiran, jadi langkah pertama adalah mengubah cara berpikir,” tegas Rhenald saat ditemui Robby, Rumintar dan Daniel dari Bahana.Banyak orang yang punya kesadaran untuk berubah tetapi tidak pernah berhasil. Mengapa? Karena perubahan itu tidak menyentuh pola pikir. Hanya sekadar di tataran realita tidak di tahap persepsi. Ia mengam-bil contoh orang yang ingin berhenti merokok atau menurunkan berat badan. Kebanyakan orang yang berhenti merokok, menghapus anggaran untuk merokok dan membeli permen. Dan, orang yang ingin langsing akan rajin berolah raga dan diet makanan. Kedua hal itu baru dalam tahapan perubahan realita dan biasanya hasilnya tidak maksimal. Tidak berhasil total berhenti merokok atau bobot yang sudah turun kembali naik.

Karena itu, mengutip the law of changenya Palo Alto, Rhenald menyarankan supaya perubahan yang kita lakukan bersifat langgeng maka kita harus mengalami perubahan dua kali yaitu perubahan realita dan perubahan persepsi. Sebelum berhasil mengubah cara berpikir kita, maka kita tidak akan berhasil. Manusia pada dasarnya terbelenggu oleh kebiasaan, habit atau tradisi. Pola pikir atau persepsi dapat membentuk dorongan dan hasrat un-tuk dapat lepas dari belenggu itu.

Sebagai ciptaan mulia, Tuhan telah menaruh benih ilahi di dalam setiap orang. “Karena DNA ciptaan Tuhan, jadi jelas ada benih ilahi. Ada peranan Tuhan yang besar. Jadi jelas perubahan itu bukan sistem tetapi perubahan itu berasal dari diri, mental, pemikiran dan sifat-sifat Allah di dalam diri kita,” jelas Pdt. Pengky Andu yang juga motivator andal itu. Dengan campur tangan Tuhan perubahan yang kita lakukan tentu akan lebih dahsyat. “Dalam mengembangkan kelima unsur OCEAN itu, kita beri aksentuasi nilai-nilai kristiani. Dengan doa dan penyembahan kepada Tuhan sehingga hidup kita bisa menja-di garam dan terang sebagai wujud dari buah-buah hidup baru,” saran Adi. Maka kita pun mengenal Saulus yang menjadi Paulus, Simon berubah menjadi Petrus. Dan, berarti kita pun bisa melakukan perubahan yang berbuah bagi dunia bukan? Selamat berubah….



~ bahana ~





AddThis Social Bookmark Button