Kita Pewaris Garam

Garam memiliki banyak arti penting. Sungguh menakjubkan Tuhan Yesus memilih garam sebagai perumpamaan. Apa arti rohaninya?

GARAM SEBAGAI KEBUTUHAN EKONOMI (AYUB 6:6)

Garam yang kita kenal sebagai benda yang asing tentu dibutuhkan dalam tubuh manusia. Terutama dalam bidang ekonomi yang menyangkut makanan. Selain menyedapkan makanan, garam juga berfungsi untuk kesehatan tubuh. Seseorang yang kekurangan garam yodium misalnya, ia akan menderita penyakit gondok. Seorang yang makan tanpa garam tentu tidak akan mempunyai nafsu makan. Manusia yang selalu makan tanpa garam, lama kelamaan pasti akan merasa lemas dan mungkin juga terjadi kelumpuhan pada tubuhnya. Garam pun dapat mencegah terjadinya kebusukan.

Dari sisi rohani kita dapat menarik kesimpulan, tanpa orang-orang benar, tanpa orang-orang yang percaya pada Tuhan, dunia akan membusuk.

GARAM SEBAGAI PUPUK (LUKAS 14:34-35)

Seperti kita ketahui, kita makan dari hasil bumi. Kalau dunia ini tidak mempunyai garam lagi di dalam tanahnya, dapat kita bayangkan apakah jadinya dengan tumbuhan. Garam merupakan mineral yang ada di dalam tanah yang akan menumbuhkan dan menyuburkan tanaman. Dari segi teori ilmu tumbuh-tumbuhan, tak ada satu pun tumbuhan yang dapat tumbuh tanpa mineral garam di dalam tanah. Jelaslah setiap tumbuhan memerlukan garam yang terkandung di dalam tanah.

Dunia mengalami kegersangan rohani. Tanpa orang percaya di dunia ini, maka dunia tidak ada artinya. Kalau dunia hingga saat ini masih berada pada tempatnya, itu karena ditopang keberadaan anak-anak Tuhan sebagai tiang-tiang yang menopang dunia ini (Kej. 7:1-24, 19:1-29). Alkitab mencatat: Kalau garam itu menjadi tawar, ia akan diinjak-injak orang. Hal ini berarti: Antikris akan menginjak-injak dunia ini selama tiga setengah tahun lamanya. Pada waktu itu gereja Tuhan se-bagai garam dunia disingkirkan ke padang belantara.

GARAM SEBAGAI KORBAN PERSEMBAHAN (IMAMAT 2:13)

Persembahan yang dibawa bangsa Israel harus dibubuhi garam. Garam berbicara mengenai persembahan yang asli; persembahan yang sungguh-sungguh. Karena bisa saja seseorang memberi korban kepada Tuhan dengan maksud-maksud yang tidak murni.

GARAM SEBAGAI KEKUATAN PERJANJIAN (BILANGAN 18:19)

Garam sebagai kekuatan perjanjian laksana materai. Melambangkan suatu keputusan/keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Misalnya perpuluhan harus diberikan pada jalur yang tepat. Jangan uang perpuluhan lalu diberikan untuk dana pembangunan gereja, dana sosial, dan sebagainya. Perpuluhan merupakan perjanjian garam yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Hal ini merupakan perjanjian garam. Perjanjian yang termaterai. Sebab itu jangan disalahgunakan.

2 Tawarikh 13:5, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Tuhan Allah Israel telah memberikan kuasa kerajaan atas Israel kepada Daud dan anak-anaknya untuk selama-lamanya dengan suatu perjanjian garam?” Perjanjian garam ini berjalan terus dari keturunan Raja Daud sampai kepada Yesus Kristus. Tentu kita ingat ketika seorang buta berseru kepada Yesus, “Ya Yesus Anak Daud, kasihanilah hamba!” Padahal kejadian itu terjadi kurang lebih seribu tahun setelah Raja Daud meninggal.

Inilah perjanjian garam, takhta Daud yang telah ditetapkan. Kitalah generasi selanjutnya dari keturunan Daud. Perjanjian garam ini adalah milik kita yang tak dapat diubah-ubah. Betapa hebatnya kedudukan kita sebagai orang yang percaya kepada Tuhan karena kita dapat menggarami dunia ini. Eksistensi kita di tengah masyarakat adalah keturunan raja di atas segala raja. Allah telah menetapkan suatu perjanjian garam laksana mutu garam yang tidak bisa diubah fungsinya.

Pdt. DR. Daance A. Supit — Penulis adalah Rektor Sekolah Tinggi Alkitab Bandar Lampung dan Gembala Sidang GPdI Bandar Lampung.



~ bahana ~





AddThis Social Bookmark Button