Tokoh-tokoh Cerdas Dalam Alkitab


Orang sering rancu mempermasalahkan antara bakat, talenta, dan kecerdasan. Lantas dibuat pusing mana yang harus didahulukan. Padahal jelas ada benang merah yang tak dapat dipisahkan. Pertanyaannya bagaimana menemukan, mengembangkan, dan memaksimalkan talenta yang dimiliki setiap orang? Alkitab mencatat banyak kisah bahwa sekecil apa pun sebuah talenta, jika diasah, pasti bisa membawa hidup dalam kemaksimalan.

PROSES MENEMUKAN TALENTA

Tidak semua orang menyadari talenta apa saja yang ia miliki. Musa misalkan. Bahkan ia harus diyakinkan berulang-ulang oleh Tuhan bahwa ia punya kecerdasan interpersonal (kecerdasan memimpin banyak orang) sekalipun agak gagap dan berat lidah. Gideon pun sama. Dia tidak percaya diri, merasa tidak layak melakukan apa-apa hanya karena berasal dari kaum yang terkecil dan juga belum cukup umur (Hak.6:15). Tapi Tuhan tidak salah pilih. Butuh waktu saja untuk Gideon menyadari bahwa ia memiliki talenta.

Petrus juga sebelumnya tidak pernah tahu bahwa ia memiliki kecerdasan interpersonal dan linguistik-verbal (kecerdasan bahasa). Mungkin tak pernah ia sadari bahwa pidatonya bisa membuat 3.000 orang bertobat. Yang ia tahu, ia hanya seorang nelayan. Dan nelayan kerjanya hanyalah menebar jala, menangkap sebanyak mungkin ikan untuk dijual. Itu saja. Tapi Yesus menyadarkan Petrus bahwa ia punya bakat yang perlu digali dan dimaksimalkannya. Bahwa ia bisa menjadi seorang penjala manusia (Luk.5:1–11).

Banyak orang tidak menyadari bahwa ia memiliki talenta. Setelah sadar pun, tidak lantas orang mudah percaya diri mengembangkannya. Masa lalu, merasa tidak mampu, dan kurang percaya diri membuat orang harus diyakinkan berulang-ulang bahwa ia bisa meraih potensi maksimal dengan mengembangkan dan memaksimalkan talentanya. Terbukti, ketiga tokoh yang awalnya tidak percaya diri ini, toh akhirnya menjadi orang-orang yang menghasilkan karya besar. Musa dikenal sebagai seorang pemimpin besar dalam sejarah. Gideon dipakai Tuhan untuk menaklukkan raja-raja orang Midian—musuh yang sudah menindas Israel 7 tahun lamanya. Dan Petrus? Kisah Rasul mencatat bagaimana ia mampu menjadi pemimpin besar di gereja mula-mula.

TALENTA: SATU ATAU LIMA SAMA SAJA

Bayangkan kalau seorang Franky Sihombing (yang jelas-jelas punya bakat musik) menjadi pelukis! Bisakah dia? Tentu saja bisa. Tapi hasilnya tentu kalah jauh dibandingkan Affandi misalkan, yang sudah punya bakat itu sejak lahir. Atau bayangkan jika Tukul Arwana menjadi pedangdut? Tentu saja dengan ekstra kerja keras dia bisa menyanyi dangdut tapi tidak akan pernah melebihi seorang Inul yang secara bakat mudah menguasai cengkok lagu dangdut. Bahkan bisa jadi dia tidak akan menjadi Tukul yang dikenal sebagai pelawak sekaligus presenter laris. Dalam beberapa kasus, Tuhan sengaja menaruh satu bakat khusus dalam diri seseorang. Hanya satu! Tapi dengan satu bakat itu pun, Tuhan bisa pakai dengan luar biasa. Hiram contohnya (1 Raj.7:14-45). Ia tidak dikenal punya bakat lain selain kecerdasan spasial-visual. Dia tidak cerdas dalam memimpin, juga tidak cerdas dalam berbicara. Hanya satu saja yang dia punya. Tapi dari satu talenta itu saja, Hiram mampu membuat, mendesain, dan menyelesaikan semua perkakas tembaga dalam Bait Suci yang dibangun Salomo. Bezaleel dan Aholiab sama kasusnya (Kel.31:1–11). Mereka tidak punya banyak kecerdasan dan bakat. Mereka hanya punya kecerdasan spasial-visual dan natural. Tapi lewat kecerdasan itu, mereka mampu membuat berbagai benda dari emas, perak dan tembaga. Mereka juga mampu membuat segala perkakas dalam Kemah Pertemuan yang dibangun Musa.

Pada akhirnya kita harus mampu memprioritaskan talenta mana yang me-nonjol untuk kita maksimalkan, bukan malah mencari yang kita tidak punya.

MANUSIA MULTITALENTA

Tak banyak memang orang yang selama hidupnya mampu mengembangkan ragam talenta yang ia miliki. Tapi bukan berarti tidak bisa. Daud adalah sosok manusia multi talenta. Gubahan mazmurnya berjumlah ratusan. Kemahiran jarinya memainkan kecapi (kecerdasan musikal) mampu memesona dan menenangkan jiwa Saul—sang raja. Kecerdasannya menyusun strategi perang (kecerdasan logis matematis dan spasial-visual) berkali-kali terbukti membuat musuh mengibarkan bendera putih. Dalam memahami dan tanggap perasaan orang (kecerdasan interpersonal), Gua Adulam menjadi saksi bisu bagaimana Daud mampu memimpin sekitar 400 orang bermasalah seperti terlibat utang, sakit hati, dan berada dalam kesukaran. Dan untuk menambah daftar panjang kecerdasannya, Daud mampu mengenali dirinya sendiri dengan sangat baik (kecerdasan intrapersonal).

Terbukti ia tak mudah dibuat gentar oleh seorang raksasa sekaligus mudah menerima teguran ketika jatuh dalam dosa. Salomo—manusia seribu istri ini juga tidak biasa. Kecerdasan natu-ralisnya sangat tinggi. Dalam 1 Raja 5:33 dicatat jelas oleh Alkitab bagaimana Salomo mampu bersajak tentang po-hon, burung, binatang melata, ikan, bahkan tentang gunung dan hisop yang tumbuh di bukit batu. Kecerdasan linguistiknya dibuktikan dengan 3.000 amsal. Kecerdasan musiknya pun di atas rata-rata. Ia pencipta lagu yang sangat produktif karena berhasil menggubah 1.005 lagu (1 Raj.4:32). Hikmatnya tak ada yang menandingi bahkan rasa-rasanya tidak ada lagi manusia yang hikmatnya setara dengan Salomo—sampai sekarang.

Nehemia awalnya hanya dike-nal sebagai juru minuman raja. Tapi runtuhnya tembok Yerusalem justru menjadi satu pemicu untuk Nehemia menemukan talenta-talenta yang selama ini belum digali dalam dirinya. Seiring dibangunnya kembali tembok Yerusalem, kecerdasan interpersonal maupun intrapersonal Nehemia diasah dengan maksimal. Kalau saja tidak ada peristiwa itu, bisa jadi Nehemia hanya menganggap dirinya sebagai seorang juru minum raja. Satu atau lima talenta bukanlah tolok ukurnya. Justru lebih pada bagaimana kita mengembangkan dan memaksimalkan seluruh potensi yang Tuhan sudah percayakan dalam diri kita. Punya lima talenta pun, jika tidak dikembangkan, tidak akan membuat hidup kita maksimal.

SETIA DALAM PROSES

Thomas Alfa Edison pernah berkata bahwa sukses itu 1% bakat ditambah 99% keringat. Bakat bawaan orok tidak lantas membuat kita mulus melenggang di “jalan tol” kesuksesan sebesar apa pun bakat tersebut. Tanpa kerja keras, komitmen untuk terus belajar mengembangkan talenta, bakat itu pun tidak akan banyak berguna.

Untuk menggubah seribu lebih lagu, tentu Salomo membutuhkan waktu bertahun-tahun. Untuk membuat Daud mahir dalam strategi perang, itu juga tentu tidak dalam semalam. Dia harus learning by doing di medan perang. Untuk mahir mendesain, memahat, dan membuat barang dari emas atau tembaga, Hiram, Bezaleel maupun Aholiab pasti harus menjalani proses ribuan jam memakai pahatnya sampai titik ia mahir dan terampil. Dan untuk sampai pada mahir khotbah di hadapan ribuan orang, Petrus melatihnya sejak berkomitmen jadi salah satu murid Yesus. Menemukan bakat itu hanyalah poin awal. Tapi kerja keraslah yang membuat hasil akhirnya berbeda. Tuhan sudah memberikan kepada setiap orang—tanpa terkecuali talenta dalam dirinya. Namun, kita juga dituntut untuk mengembangkan dan memaksimalkan-nya. Semua orang bisa meraih keberhasilan dan kebermaknaan hidup asalkan dia tahu bakatnya dan mengembangkannya sampai titik maksimal.



~ bahana ~





AddThis Social Bookmark Button