Sex And The Church
Dari serangkaian pemburuan dan penggalian informasi ke pelbagai sinode gereja se-Jabotabek, BAHANA menemukan fakta bahwa dosa skandal seksual di dalam gereja ternyata jauh mengerikan daripada yang selama ini secara bisik-bisik terdengar. Tidak hanya dalam arti kuantitas, tetapi juga dalam arti taraf serta derajatnya. Sangat memprihatinkan! Tragisnya, skandal ini tidak hanya telah meluluhlantakkan keluarga-keluarga Kristen, tetapi juga reputasi dan integritas para pemimpin dan hamba-hamba Tuhan. Para pemimpin yang dijeratnya pun tidak hanya para junior, tetapi bahkan banyak juga yang masuk kalangan senior.
Tidak hanya Elo Lauriksando (bukan nama sebenarnya), contohnya. Gembala muda nan elok parasnya ini senantiasa membiarkan rambutnya yang tersisir rapi terurai sebahu. Anggota jemaat di sebuah kawasan menengah di luar Jakarta yang digembalakannya seakan tak pernah kehabisan perbendaharaan kata acap kali menyanjung kehebatan sarjana teologi ini. Daya pikatnya kala melakukan pelayanan mimbar memang luar biasa. Apa lacur, di akhir 2001 tempo hari gembala muda yang khotbah-khotbahnya memberkati banyak orang ini dipecat oleh pucuk pemimpin sinode tempatnya bernaung. Pasalnya, ia terlibat perselingkuhan! Semula Elo memang bisa berkelit dan lepas dari jerat sanksi gereja. Namun, belakangan ia tak bisa lagi mengelak saat para seniornya menunjukkan bukti foto-foto adegan bugil. Sulit dipercaya, bagaimana mungkin seorang pemimpin jemaat mendokumentasikan peristiwa bejat hubungan intim superrahasia dengan bidikan lensa kamera! Di mana Elo sekarang? Pemimpin yang nyaris menduduki posisi puncak ini raib ditelan bumi, entah di mana rimbanya.
Dari Mimbar ke Warung Nasi
Masih di luar Jakarta. Di sebuah kawasan pemukiman mewah, Allah juga memakai hamba-Nya, Elmondo (juga bukan nama sebenarnya). Orangnya ramah, halus pula budi bahasanya. Bibirnya tak pernah lepas dari sunggingan senyum. Di mimbar, Elomondo pun sosok yang mempesona. Tak heran jika banyak wanita dari ABG sampai ibu-ibu rumah tangga menggandrungi kebolehan pemimpin lapis dua di gereja mereka ini. Namun, di pengujung abad ke-20 lalu tertiup berita gempar. Pemimpin jemaat ini dipecat, lagi-lagi lantaran ia jatuh dalam dosa skandal seks dengan sekretarisnya. Semula Elmondo memang berjuang untuk bangkit lagi. Ia malang melintang berusaha merintis pelayanan baru di luar Jawa. Sayang, kaki dian tampaknya telah diambil Sang Pengutus. Semua usahanya menjadi sia-sia! Sekalipun demikian, nasibnya masih sedikit lebih baik daripada Elo. Elmondo kini diketahui menekuni pelayanan warung nasi. Masuk metropolitan. Fakfak (nama samaran) oleh komunitas gerejanya dipromosikan sebagai pakar pelayanan pelepasan. Nama, posisi, popularitas, nasib dan keberuntungannya lama berkibar. Namun, juga di pengujung abad ke-20 lalu nasib baik tidak lagi berpihak padanya. Salah seorang pimpinan gereja yang mengusung visi kekudusan warga negara sorga ini tak dimungkinkan lagi berlama-lama menyembunyikan aibnya. Fakfak terjerat nikmatnya dosa perzinaan.
Negara Seberang
Melongok ke negara tetangga. Amerika tampaknya jauh lebih parah. Mendiang Edwin Louis Cole dalam bukunya On Becoming A Real Man menyingkapkan krisis moral di tubuh gereja di negeri Paman Sam ini. Sergapan kenikmatan dosa perzinaan, pornografi, dan narkoba telah menelan banyak keluarga Kristen dan hamba Tuhan. Bahkan, di antara mereka termasuk para pemimpin gereja kaliber internasional. Belakangan Alkitab tidak lagi diajarkan di negara adidaya itu. Buntutnya, rezim kekuasaan yang semakin sekuler melegalisasi pelbagai kebijakan maksiat. Amerika telah menjadi bangsa yang pro aborsi, pro homoseks, pro lesbi. Kharisma, sebuah majalah rohani paling berpengaruh di Amerika bahkan menulis, lebih dari 70% pekerja gereja setempat pernah jatuh dalam pelukan dosa skandal seks. Lain lagi di Jepang. Menurut dosen di Saint John International Business School, Dr. Harry Ganda Asi MA, cewek Jepang yang belum pernah melakukan hubungan seks saat ia sudah duduk di bangku SLA akan dijuluki uranai. Arti vulgarnya, cewek yang tidak laku dijual. Jangan heran jika untuk menghindari julukan itu, para pelajar putri yang masih perawan buru-buru akan membayar suatu kelompok agar mau merenggut kegadisannya. Itulah trend kawula muda Jepang. Bahkan, Harry mencatat, dua dari tiga orang muda saat ini sudah pernah jatuh dalam dosa seks di luar nikah.
Bikin Bebal
Walaupun orang Kristen tahu bahwa skandal seksual tidak dibenarkan, dosa ini memang paling jitu membuat orang bebal. Harry mengalaminya. Belum lama sepasang suami-isteri datang ke rumah hamba Tuhan yang memiliki karunia spesifik, yaitu melayani hamba-hamba Tuhan yang bermasalah ini. Keduanya sama-sama pendeta di sebuah gereja. Lantaran problem keuangan dan komunikasi suami-isteri yang terganggu, keduanya jatuh pada perselingkuhan. Berita pun heboh tatkala sang isteri tertangkap basah tidur bersama laki-laki lain di sebuah hotel. Kepada pasangan itu Harry menasihatkan agar mereka berdiam dulu sejenak dari pelayanan. Keduanya disarankan mawas diri hingga kembali dipulihkan. Dasar dosa bikin bebal! Nasihat itu masuk telinga kanan tapi keluar telinga kiri, tidak digubris! Keduanya menolak agar untuk sementara waktu jemaat mereka dilayani hamba Tuhan lain. Keduanya tetap melakukan pelayanan mimbar. Ujung-ujungnya dramatis. Gereja hancur. Jemaat bubar.
Solusi
Apa solusinya? Ditemui di ruang kerjanya di kampus Bidakara, Jalan Gatot Soebroto Jakarta Selatan, Harry yang pernah tercatat sebagai rektor termuda (36 tahun) di Indonesia ini menawarkan komunikasi internal keluarga. Komunikasi yang jujur dilukiskan akan membentengi keluarga-keluarga dari serangan musuh. Harap dicatat, fokus serangan Iblis di akhir zaman ini adalah menghancurkan keluarga-keluarga Kristen. “Saya kenal banyak hamba Tuhan. Dia singa di mimbar, namun sayang komunikasi internal keluarga mereka rata-rata tidak beres. Iblis juga membagikan banyak kesibukan kepada hamba-hamba Tuhan. Mereka dibuat supersibuk. Padahal, dalam hidup ini perlu keseimbangan, hukum keseimbangan,” tuturnya. Saran lain, masih menurut Harry, agar orang-orang muda terhindar dari iming-iming kenikmatan dosa yang luar biasa jahat itu, proteksi mereka dengan sex education sekarang juga! (Toto ObedEdom/S. Rahoyo)
Pecandu Narkoba Otomatis Penganut Sex Bebas
Dr. Lukitobudi menangis. Berulang kali jemaat GKI ini bersimbah air mata ketika melayani wawancara dengan investigator BAHANA di rumahnya di Jati Permai, Pondok Gede, Bekasi. Sembari mengelus dada, dr. Lukito membagikan temuannya. Kapasitas tampung rumah rehabilitasi penderita ketergantungan narkoba se-Jabotabek adalah 5000 orang. 30% dari mereka adalah orang-orang Kristen. Dan, persentase ini terus meningkat. Setiap pecandu narkoba, juntrungnya adalah kejahatan seksual. Hubungan seks bebas (free sex), percabulan, sodomi, aborsi, dan lain-lain. Mau tahu akibatnya? Angka kematian di Jakarta 100 orang per hari. Khusus karena malapetaka, 50% nya adalah kematian karena narkoba. Begitu dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh malapetaka dosa perzinahan dan dosa menenggak narkoba, toh reaksi masyarakat luas cenderung adem ayem. “Fine-fine aja!,” keluhnya dengan suara gemetar. Padahal sejak 10 tahun terakhir, Indonesia bukan lagi sekadar negara transit, tapi sudah beratribut produsen. Hasil survei memperlihatkan, 70% pelajar di Jakarta pernah mengkonsumsi narkoba. Tak heran, omzet bisnis narkoba di Jakarta saja untuk lokal maupun ekspor sudah mencapai Rp.750 milyar setiap malamnya. Lukito menangis lantaran ketika mencermati proses pembusukan tersebut pihak gereja cenderung menutupi dan sibuk menyembunyikan aib ketimbang berbuat sesuatu. Dia merindukan semua denominasi gereja duduk bersama satu meja dan merumuskan dan menggelar program aksi menghancurkan pekerjaan iblis itu. Lukito juga menangis tatkala menyaksikan keluarga-keluarga Kristen berjatuhan. Padahal, bukankah Allah mendesain keluarga-keluarga kristiani agar darinya lahir keturunan-keturunan ilahi? Patah arangkah Lukito? Tidak! Pasca Pemilu 2004 pengurus YAKI (Yayasan Konselor Indonesia) ini siap menggulirkan terobosan yang bertujuan mengerahkan konselor-konselor sukarelawan. (Toto Obededom)
DAUD DI RUANG KONSELING
Coba tebak, dari manakah awal terjadinya skandal seksual? Mulai dari hal-hal kecil. Betul! Anda tidak salah baca: dosa mahaberat itu selalu dimulai dari hal-hal kecil. Mulai sekadar perhatian, menyesuaikan jadwal pribadi, pulang bersama, makan bersama, dan akhirnya baru di ranjang bersama. Tidak percaya? Fakta ini menjadi bukti.
Namanya Lydia, sebut saja begitu! Dalam usianya yang masih relatif sangat muda, 36 tahun, ia kini telah menjadi kepala sekolah di salah satu SD favorit di Jakarta Barat. Orangnya memang brilian, cekatan, pekerja keras, rajin beribadah pula. Anaknya dua. Suaminya pun lumayan. Tidak hanya tampangnya, tapi juga penghasilannya. Kini keluarganya memang tampak bahagia-bahagia saja. Tapi, siapa sangka sekitar sepuluh tahun lalu ia pernah jatuh ke pelukan pria lain? “Mulanya cuma selalu nyambung waktu ngobrol. Dari situ mulailah kami saling memberi perhatian. Saling memuji kelebihan yang kami miliki, mengambilkan minum waktu makan siang, menawarkan diri menjadi pendengar saat salah satu di antara kami lagi suntuk, pulang bersama. Selanjutnya, aku menganggapnya sebagai adik. Tidak lebih!” demikian sekali waktu sarjana matematika ini berujar. Sampai di situ semuanya tampak beres-beres saja, bahkan tampak mulia. Tak dinyana-nyana, ternyata hal-hal sepele itulah yang mengantar Lydia tidur bersama lelaki yang bukan suaminya itu.
Daud dan Batsyeba
Kisah Raja Daud menyelingkuhi Batsyeba juga tak jauh beda. Mulanya Daud cuma melihat—bahkan tak sengaja—Batsyeba yang lagi mandi. Tapi, sekadar “tak sengaja melihat” itulah yang menjadi awal jatuhnya Daud dalam dosa seksual. Daud mengingini Batsyeba lalu menidurinya sehingga perempuan itu hamil. Akhir kisah perselingkuhan ini sangat tragis dan memalukan. Sang pahlawan yang pernah dielu-elukan karena berhasil memukul roboh raksasa Goliat tersebut dengan sikap pengecut lagi licik membunuh Uria, yang tak lain adalah suami Batsyeba. Ya. Perselingkuhan seksual selalu dimulai dari hal-hal kecil. Perselingkuhan seksual tak pernah serta-merta berawal dari ciuman, apalagi tiba-tiba terjadi begitu saja. Kecuali di pelacuran, tentu saja! Lydia mengawalinya hanya dengan ngobrol dan Daud memulainya cuma dengan tak sengaja melihat. Dalil cinta memang berjalan dengan hukumnya sendiri. Segala aktivitas asmara, sekecil apa pun itu, akan selalu menuntut derajat yang lebih tinggi pada kesempatan-kesempatan berikutnya. Mula-mula cuma ngobrol, tapi lama-lama ngobrol saja terasa kurang asyik. Ditambahlah ngobrol sambil berpegangan tangan. Ngobrol sambil pegangan tangan pun pada akhirnya tidak lagi memuaskan. Perlu peluk-peluk. Demikian seterusnya, cium pipi, cium bibir dan akhirnya… berhubungan seks. Hukum ini berlaku bagi siapa pun. Tak peduli pendeta, pastor, biarawan, biarawati, seorang suami atau seorang istri. Tengok yang terjadi pada Romo K., seorang pastor pembantu di sebuah paroki di bilangan Bekasi. Pastor muda ini akhirnya harus menanggalkan jubah sucinya dan kawin dengan seorang wanita umatnya. Bisik-bisik terdengar, awalnya hanya konseling biasa. Semula tak seorang pun curiga. Bukankah memberikan konseling merupakan salah satu kewajiban yang melekat pada diri seorang gembala? Ini juga yang terjadi pada Bruder B., seorang biarawan sebuah kongergasi terkemuka di Indonesia. Ia berselingkuh dengan istri seorang karyawannya. Awalnya sama. Si istri sering terlihat masuk ke ruang konseling sang bruder. Pada awalnya juga tak seorang pun curiga. Bruder ini pun akhirnya mencopot jubahnya sekalipun tidak menikah dengan si istri disebut. Entahlah apa saja yang telah terjadi di ruang konseling Romo K. dan Bruder B. Tapi, yang pasti, kalaupun akhirnya mereka melakukan skandal seksual, itu tidak akan terjadi pada konseling pertama.
Mengapa Ruang Konseling
Ikhwal ruang konseling yang sering menjadi awal jatuhnya seorang gembala dalam skandal seks, Yenny (bukan nama sebenarnya) memberikan alasan. “Bagi seorang perempuan, apalagi yang lagi bermasalah kan sangat mengagumi figur lelaki yang bisa mendengarkan, mengerti, dan bisa memberikan nasihat-nasihat bijaksana,” demikian ibu beranak satu yang sewaktu lajang dekat dengan para pastor ini mengungkapkan. “Di ruang konseling kan dia menemukan figur itu,” sambungnya. Tak salah apa yang dikatakan Yenny. Jauh di kedalaman hatinya, seorang perempuan yang lagi kalut memang tidak membutuhkan rumah megah, mobil mewah, harta berlimpah, atau gantengnya wajah. Ia lebih membutuhkan orang yang bisa mendengarkan, mengerti, dan meneguhkan. Nah, kira-kira, di ruang konseling itulah si perempuan terpenuhi kebutuhan terdalamnya itu. Tak heran jika ia lantas mengagumi sang konselor dan akhirnya mencintainya. Bahkan, lebih tragis lagi, ia mulai tergantung dan merasa betapa bahagianya bisa hidup bersamanya. Lain si perempuan, lain pula si laki-laki: sang konselor jika kebetulan ia yang memberikan konseling! Dalam dirinya terkandung naluri melindungi, ingin menjadi pahlawan, dan dianggap hebat. Naluri ini melekat pada setiap laki-laki. Celakanya, naluri itu selain memang karunia, juga sekaligus menjadi titik lemahnya. Kisah kejatuhan Simson dalam Hakim-hakim adalah contohnya. Setelah tiga kali berbohong terhadap Delila, akhirnya ia membeberkan juga rahasia kekuatannya. Keteguhan hatinya luluh lantak setelah perempuan dari Lembah Sorek itu merengek-rengek berhari-hari meminta Simson menceritakan rahasia kekuatannya. Lelaki mana tak merasa iba dan perkasa direngeki perempuan pujaan? Sayang, Simson tak sadar, justru di situlah awal runtuhnya kisah tokoh legendaris itu. Nah, di ruang konseling sangat mungkin kebutuhan kedua insan bertemu. Si perempuan menemukan figur idamannya, sedangkan si konselor mendapatkan kepuasan egonya. Apalagi, misalnya, kebetulan kebutuhan ego si konselor tidak terpenuhi di rumah lantaran komunikasi dengan istrinya macet, katakanlah. Ditambah bahwa di ruang konseling biasanya tiada orang lain pula, segala sesuatu menjadi sangat mungkin terjadi. Karena itu, salah satu cara menghindarkan diri dari tragedi Daud-Batsyeba di ruang konseling adalah si konselor tidak boleh menonjolkan dirinya. “Konselor hanya menjadi perantara kasih karunia Allah. Jadi, dia sendiri tidak boleh hebat. Peran Allah atas persoalan si konseli yang harus ditonjolkan, bukan peran konselornya,” papar Mateas, seorang pengelola media Kristen. “Selain itu, seorang konselor harus menghindarkan diri dari yang oleh ilmu psikologi disebut sebagai transference. Yaitu keterlibatan emosi yang terlalu jauh dari seorang konselor terhadap permasalahan konseli,” sambung aktivis gereja yang sempat mengenyam pendidikan psikologi di Universitas Gajah Mada hingga tingkat akhir ini. Banyak gembala juga sudah menerapkan cara yang tepat saat melakukan konseling. Pintu ruang konseling senantiasa terbuka. Tampaknya sederhana, tapi hal itu setidak-tidaknya akan membentengi kedua manusia daging yang hanya berdua berada di satu ruangan itu untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang tidak senonoh. Cara yang cukup unik dilakukan Thomas J. Sappington, seorang konselor yang juga dosen di sebuah STT di Yogyakarta. Ia tidak pernah melakukan konseling sendirian, terutama ketika konselinya adalah perempuan. Ia selalu melakukannya dengan istrinya. Dengan demikian, entah si konseli maupun si konselor sama-sama berpusat hanya pada masalah, tidak pada urusan pribadi. Memang, kebetulan istrinya juga seorang konselor.
Pertanyaannya, bagaimana kalau sudah telanjur jatuh?
“Itu berakhir di sebuah retreat. Satu atau satu setengah bulan sebelum berangkat (sambil mengangkat kedua bola matanya ke atas-red) saya membangun tekad untuk kembali ke suamiku. Tidak gampang! Sekali dua kali terjatuh lagi. Sangat sakit, bahkan! Dalam retreat selama 3 hari itulah saya meminta kekuatan Tuhan untuk mempertahankan tekadku. Setelah itu, kulepaskan dia dan kuputuskan untuk sama sekali tidak berkomunikasi dengannya. Tidak hanya secara langsung, tapi juga tidak langsung semacam membayangkannya, mencemaskannya, berusaha cari tahu keadaannya, dan sebagainya. Bahkan, ketika ia kirim surat, kubaca pun tidak. Surat itu langsung kubakar,” aku Lydia membagikan caranya keluar dari lilitan skandal seks. Banyak cara untuk menghindari perselingkuhan seksual, memang. Demikianpun, seribu satu jalan tersedia untuk menuju ke sana. Tampaknya, cara yang paling ampuh untuk menghindarinya adalah jangan bermain api. Atau, segeralah padamkan ketika api mulai menyala. Api kecil jauh lebih gampang dipadamkan daripada api yang sudah membara. Ini berlaku pada dosa skandal seksual! (S. Rahoyo)
Sumber: Bahana
~ Salib.net ~