Percakapanku dengan Tuhan...

Hari ini aku menangis dihadapan Tuhan oleh karena suatu hal yang secara daging menyakitkan. Tapi entah Tuhan yang ijinkan aku untuk mengalah untuk terima hal yang menyakitkan itu, atau memang aku sendiri yang sudah cape, maka aku memutuskan menerima apa yang diberikan kepadaku.

Saat aku menangis, terjadi tanya jawab dipikiranku yang kemudian membuat aku terdorong untuk menuliskannya, sesuai dengan pikiran yang ditaruh dikepalaku. Jika ini menjadi berkat, biarlah menjadi berkat bagi semua. Jika ternyata ada yang tidak benar, biarlah Tuhan sendiri yang akan meluruskannya.

----
A(ku) : Tuhan, apakah yang harus aku lakukan setelah ini, dengan jumlah pesangon sekian yang harus aku terima?

T(uhan): Itu bukan urusanmu. Aku yang akan menetapkan langkahmu. Banyak hal yang belum bisa kau lihat yang akan terjadi di masa depanmu. Segala kekuatiranmu, engkau sendirilah yang membuatnya.

A : Dengan segala perkataan yang aku katakan selama ini, orang akan mencibir kepadaku. Bahkan saudara seiman yang aku pandang selama ini pun mungkin akan melakukan hal yang sama.

T: Mereka punya bagian mereka sendiri. Lagipula, apa yang sudah kau ucapakan dengan tanpa sengaja, sudah menjadi keputusanmu, sekalipun engkau tidak menyadarinya. Aku ijinkan itu terjadi supaya engkau melihat penyertaanKu padaMu.

A: Aku merasa menjadi pria yang gagal, yang tidak berguna dipemandangan orang banyak, sekalipun aku dipecat bukan berdasar kesalahanku semata, Tuhan. Sekalipun sekiranya itu kesalahanku, aku bersedia memperbaikinya.

T: Aku ciptakan engkau, dan ijinkan engkau hidup, bukan untuk tujuan kegagalan.

A: Aku ingat Tuhan, beberapa saat dalam hidupku, maut sudah sangat dekat. Engkau bisa ambil hidupku kapan saja. Kenapa tidak Engkau lakukan saja?

T: Dalam hal ini engkau harus menjaga lidah dan pikiranmu. Kadang kau hanya mau melarikan diri dari keadaaanmu sekarang. Perlukah Aku bertanya kepadamu seperti saat Aku bertanya kepada Ayub?

A: Aku rasa tidak perlu Tuhan. Aku sudah merasa lebih baik sekarang. Kau tahu, Tuhan, kadang aku merasa lebih santai jika bisa menuliskan semua ini. Apa menurutmu aku perlu menuliskannya?

T: Aku tidak menyuruhmu. Tapi jika kau merasa ini bisa berguna bagi orang lain, Aku berikan pilihan itu kepadamu.

A : Bagaimana aku tahu bahwa ini benar Engkau dan bukan pemikiranku sendiri?

T: Jika engkau tidak lagi percaya bahwa Aku bisa berkata-kata kepadaMu, melalui pikiran yang timbul dikepalamu, dengan apa lagi Aku harus membuatmu percaya?

A: Tapi Engkau kan Tuhan, tidakkah Engkau mau membisikkan sesuatu di telingaku, atau sesuatu yang agak spektakuler, misalnya? *sambil tersenyum*

T: Kau pikir bagaimana Aku berbicara kepada Abraham? Kepada Daud? Kepada banyak nabi?

A: Setahuku Engkau berbicara langsung Tuhan. Ada juga sih yang menggunakan batu, seperti jika Engkau berfirman kepada Daud, atau mungkin undian, seperti yang Engkau lakukan terhadap Yunus. Menurutku, apakah itu cukup valid?

T: Siapakah yang menentukan apakah itu valid atau tidak? Dirimukah?

A: Oke Tuhan, jangan sewot.

T: Aku tidak sewot, anakKu. Aku mengasihimu dan aku ingin engkau tahu bahwa Aku menetapkan jalanMu.

A: Apakah engkau sudah predestinasi jalanku Tuhan? Seperti yang selama ini dijadikan bahan di AP?

T: Untuk kebaikan, ya. Aku tetapkan jalanmu.

A: Tuhan, temenku ada yang minta traktir nih *sambil tersenyum lagi* Ntar kalau uang pesangonnya abis?

T: Janganlah mencobai Tuhan, Allahmu. Sebegitu pelitnyakah dirimu?

A: Tentang perpuluhan, Tuhan, jujur saja, 10 persen dari apa yang aku dapat cukup besar juga kalo diliat.

T: Abraham mempersembahkan sepersepuluh dari miliknya kepadaku. Jika engkau mau melihat kemuliaan yang akan Aku berikan kepadamu, beranilah untuk mengambil keputusan.

A: Ya, aku tau Tuhan. Masalahnya bukan besar yang Engkau minta. Aku tau Engkau tidak kekurangan sampai-sampai meminta sepersepuluh dari apa yang aku punya. Aku tau bahwa itu akan berguna dan mengalir, dan berputar bagi banyak orang.

T: Lha itu tau.

A: Barusan temenku bilang bahwa aku baik, mau traktir dia ke Dufan.

T: Sekarang engkau liat yang lebih berharga dari uang. Kegembiraan yang timbul di wajah mereka, dapatkah kau beli dengan uang?

A: Ya aku tau Tuhan. Masalahnya bukan seberapa banyak yang aku habiskan buat mereka, tapi perhatian yang aku berikan buat mereka. Engkau tau Tuhan, kadang aku merasa terlalu tidak peduli dengan orang lain. Aku kadang kesulitan menyatakan bahwa aku peduli kepada mereka.

T: Tapi aku harus jujur berkata bahwa kadang memang engkau sedikit pelit *kali ini Tuhan yang tersenyum*

A: Tuhan, apakah benar ini Engkau? Banyak sekali pertanyaan yang ingin aku bicarakan denganMu tentang kehidupan ini. Kenapa banyak orang tidak merasa bahagia dengan hidup mereka sendiri?

T: Banyak orang tidak merasa berbahagia karena mereka hanya mau melihat kebahagiaan orang lain. Aku sudah perintahkan supaya engkau tertawa dengan mereka yang tertawa dan menangis dengan mereka yang menangis.

A: Tapi sering itu sulit Tuhan. Kadang dalam tawa dan kebahagiaan mereka, aku merasa bahwa aku tidak sebahagia mereka. Memang kadang aku ikut menyalami mereka yang berbahagia. Hanya saja, dalam hatiku aku merasa bahwa mereka sungguh beruntung.

T: Engkau tahu masalahmu? Engkau selalu mengukur apa yang mereka terima dengan ukuranmu sendiri. Padahal tidak demikian sebenarnya. Engkau tidak tahu saat-saat mereka merintih kesakitan. Engkau tidak tahu sama sekali tentang hal itu. Yang engkau keluhkan hanyalah "mengapa aku tidak sebahagia mereka?". Jika boleh Aku berkata, engkau masih terlalu egois. Terlalu picik. Ma'af Aku bicara agak keras. Tapi ini karena Aku mengasihimu.

A: Tuhan, engkau meminta ma'af kepadaku? Apakah aku ini sampai2 Engkau seakan-akan bersalah kepadaku?

T: Apakah meminta ma'af mengurangi kedaulatanKu sebagai Tuhan? Engkau bisa menuliskannya ataupun tidak menuliskannya. Tapi satu hal, bahwa Engkau indah dihadapanKu, dan Aku mengasihimu.

A: Tuhan, pernahkah Engkau menyesal?

T: Aku tidak pernah menyesal akan apapun.

A: Kenapa dituliskan dalam Alkitab bahwa Engkau menyesal dan mencabut kembali keputusanMu?

T: Bahasamulah yang mengharuskan tertulis demikian adanya. Aku mengasihimu, serta umat manusia di bumi ini, sehingga kadang kalau engkau keras kepala, Aku ijinkan hal itu terjadi, yaitu bahwa Aku mengubah keputusanKu.

A: Apakah Engkau Allah yang plin-plan jika demikian?

T: Aku tidak pernah plin-plan. Aku mengubahnya sesuai dengan kekayaan pengetahuanKu. Apakah engkau pikir aku tidak bisa meluruskan jalan salah yang kau tempuh?
----------------------

Aku kira hanya sebagian itu yang dapat aku tuliskan buat kalian. Mungkin diantara kalian ada yang tidak percaya. Sejujurnya, akupun akan beranggapan hal yang sama jika ada orang lain yang menuliskannya untukku. Mungkin ada yang beranggapan bahwa ini hanyalah sebuah dialog imajiner antara aku dengan diriku sendiri. Aku kira Tuhan tidak ambil pusing dengan hal itu. Nafas hidup yang diberikanNya dulu kepada Adam sehingga ia menjadi manusia yang hidup, telah diturunkan sampai kepada diriku, kepada kita semua sehingga, mau tidak mau, kita harus percaya bahwa ada sisi illahi yang hidup didalam kita. Allah bisa menggunakannya seturut kemauanNya.

Sesungguhnya hidup ini demikian kaya karena Allah yang kita sembah adalah Allah yang kaya. Kita sendirilah yang menganggap bahwa hidup ini berkekurangan sehingga kita terus membangun, menambah ini dan itu, sampai-sampai kita dibutakan atas suatu kebenaran: bahwa apa yang Allah berikan itu begitu sempurna.

Semoga menjadi berkat.


~ AP ~